Senin, 15 April 2013

Asuhan keperawatan pada pasien HEMAPTOE (BATUK DARAH)


Asuhan keperawatan pada pasien HEMAPTOE (BATUK DARAH)




I.     KONSEP DASAR
1.    Pengertian
  • Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (dari glotis dan ke distal).
  • Dikatakan batuk darah masif apabila jumlah darah yang keluar 600 ml dalam waktu 24 jam.
  • Untuk mengetahui jumlah darah yang keluar dengan tepat, maka batasan yang lebih longgar adalah batuk yang mengancam jiwa penderita.
  • Hemaptoe adalahekspetorasi darah / mukus yang berdarah.

2.    Etiologi
1.    Keradangan
a. Tuberculosis    d. Pneumonia
b. Bronklektasis    e. Brokitis
c. Abses paru
2.    Neoplasma
a. Karsinoma paru
b. Adenoma
3.    Lain-lain
a. Trombo emboli paru
b. Trauma

3.    Gejala Klinis
  • Batuk darah, bahwa perdarahan berasal dari tractus respiratorius bukan dari nasopharing / gastrointestinal.
  • Sesak nafas
  • Hipertermi.

4.    Komplikasi
  • Afiksia.
  • Syock hemoragic
  • Penyebaran ke sisi paru yang sehat


5.    Diagnosa Banding
  •  Muntah darah (gastrointestinal)
  • Perdarahan
Ciri-ciri batuk darah
-    Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
-    Darah berbuih bercampur udarah.
-    Darah segar warna merah segar.
-    Kadang-kadang anemia
-    Benzidin test (-)

6.    Patofisiologi



7.    Penatalaksanaan
Setiap pasien hemoptoe harus dirawat untuk observasi dan evaluasi lebih lanjut. Hal-hal ini yang perlu dievaluasi :
  • Banyaknya / jumlah perdarahan yang terjadiSaat terjadinya batuk dicatat dan setiap darah yang dibatukkan harus dikumpulkan dalam pot pengukur untuk mengetahui jumlah secara tepat dalam suatu periode tertentu (biasanya 24 jam). Jumlah darah yang dikeluarkan tidak selalu menggambarkan jumlah perdarahan yang terjadi karena mungkin saja sebagian darah tertinggal atau terjadi aspirasi dalam paru / saluran napas.
  • Pemeriksaan fisik
  • Diperhatikan adanya insufisiensi pernapasan atau sirkulasi, berupa hipotensi sistemik / syok, penurunan kesadaran, takikardi, takipnea / sesak napas, sianosis, dan lain-lain. Bila ditemukan ronki basah difus di lapangan bawah paru perlu dicurigai telah terjadi aspirasi yang akan mengganggu pernapasanPenatalaksanaan pasien hemoptisis bergantung dari beratnya perdarahan yang terjadi dan keadaan klinis (kecenderungan perdarahan untuk berhenti / bertambah, tanda-tanda asfiksia / gangguan fungsi paru). Bila tidak / kurang masif dapat ditangani secara konservatif yang bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi dan mengganti darah yang hilang dengan tranfusi atau pemberian cairan pengganti. 
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
  • Menenangkan pasien sehingga perdarahan lebih mudah berhenti dan tidak takut membatukkan darah di saluran nafas.
  • Pasien diminta berbaring pada posis bagian paru yang sakit dan sedikit trendelenburg, terutama bila refleks batuknya tidak adekuat.
  • Jalan napas dijaga agar tetap terbuka. Bila ada tanda-tanda sumbatan, lakukan penghisapan. Bila perlu dipasang pipa endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas telah bebas hambatan.
  • Pemasangan jalur intravena untuk penggantian cairan atau pemberian obat intravena.
  • Transfusi darah dilakukan bila Ht turun di bawah nilai 25-30% atau Hb di bawah 10% sedangkan perdarahan masih berlangsung.
Perdarahan yang masif dan mengancam jiwa memerlukan usaha agresif invasif, berupa bronkoskopi atau operasi sito. Indikasi pembedahan segera untuk hemoptisi masif adalah :
  • Bila batuk darah lebih dari 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan tidak berhenti.
  • Bila batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250 ml / jam, kadar Hb kurang dari 10g% dan berlangsung terus.
  • Bila batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250 ml/24 jam, Hb lebih dari 10g% tetapi dalam observasi selama 48 jam perdarahan tidak berhenti.

II.     ASUHAN KEPERAWATAN
Merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dan menentukan kebutuhan Asuhan Keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosa merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil Asuhan yang telah di berikan.
I.    PENGKAJIAN
1.    Identitas
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, No. registrasi, diagnosa medis, dan tanggal masuk RS.
2.    Keluhan Utama
Biasanya pasien hemaptoe ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan menurun.
3.    Riwayat Kesehatan
a.    Riwayat kesehatan sekarang.
    Pada umumnya pasien hemaptoe sering panas lebih dari 2 minggu sering batuk yang disertai dengan darah, anorexia, lemah, dan berkeringat banyak pada malam hari.
b.    Riwayat kesehatan lalu.
Pasien mempunyai riwayat tertentu seperti, penyakit jantung, TBC dan lain-lain.
c.    Riwayat kesehtan keluarga.
Biasanya keluarganya mempunyai penyakit menular atau tidak menular
d.    Riwayat psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis pasien dengan timbul gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya, meliputi : perumahan yang padat, lingkungan yang kumuh dan kotor, keluarga yang belum mengerti tentang kesehatan.


4.    Pola Fungsi Kesehatan
a.    Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, dan kebiasaan olah raga.
b.    Pola nutrisi dan metabolisme
Meliputi : nafsu makan menurun, diit khusus / suplemen, fluktuasi berat badan dan anoreksia.
c.    Pola eliminasi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan eliminasi
d.    Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami gangguan pola tidur / istirahat.
e.    Pola sensori dan kognitif
Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada indera
f.    Pola hubungan peran
    Meliputi : hubungan pasien dengan keluarga, dan masyarakat sekitar.
g.    Pola penanggulangan stres
Meliputi : penyebab stres, koping terhadap stres, dan pemecahan masalah.
5.    Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suhu meningkat, dan BB menurun.
b.    Thorax
Bentuk thorax pasien hemaptoe biasanya tidak normal (Barrel chest)
c.    Paru
    Bentuk dada tidak simetris, pergerakan paru tertinggal, adanya whezing atau ronkhi.
d.    Jantung
Didapatkan suara 1 dan suara 2 tambahan
e.    Abdomen
Biasanya terdapat pembesaran limpha dan hati
6.    Pemeriksaan Penunjang
a.    X-foto
-    Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal dengan atau tanpa adanya infiltrat.
-    Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.

b.    Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
-    Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB.
-    Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu.
c.    Pemeriksaan mantoox test
-    Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.

II.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Hemoragic syock berhubungan dengan batuk darah
2.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
3.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental atau darah.
4.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
5.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan proses penyakit

III.    PERENCANAAN
Diagnosa 1 : 
Hemoragic syock berhubungan dengan batuk darah
Tujuan : pasien tidak batuk darah
Kriteria Hasil :
-    Tidak terjadi hemoragik syoc
-    Pasien tidak batuk darah
Rencana Tindakan :
1.    Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan komunikasi yang baik.
2.    Berikan posisi ½ duduk
3.    Auskultasi paru sebelum dan sesudah batuk
4.    Berikan terapi tranfusi darah
5.    Observasi batuk klien
6.    Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi
Rasional :
1.    Diharapkan pasien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.
2.    Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
3.    Membantu mengevaluasi keefektifan batuk kline.
4.    Untuk memenuhi kebutuhan darah pasien.
5.    Untuk mengetahui perkembangan batuk klien.
6.    Menentukan pemberian terapi yang tepat.

Diagnosa 2 :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental atau darah.
Tujuan : kebersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
-    Mencari posisi yang memudahkan peningkatan udara
-    Mendemonstrasikan batuk efektif.
-    Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1.    Jelaskan pada klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan terdapat penumpukan sekret di saluran pernafasan.
2.    Ajarkan kx tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
3.    Anjurkan klien nafas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
4.    Anjurkan klien melakukan pernafasan diafragma
5.    Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
6.    Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi :
Rasional :
1.    Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2.    Agar batuk terkontrol dan tidak menyebabkan kelelahan.
3.    Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4.    Untuk menurunkan frekwensi nafas.
5.    Membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
6.    Menentukan pemberian terapi yang tepat pada klien.

Diagnosa 3 :
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
Tujuan : meningkatkan asupan nutrisi
Kriteria Hasil :
-    Nafsu makan meningkat.
-    Klien dapat menghabiskan 1 porsi.
-    Intake sesuai dengan porsi yang diberikan.


Rencana Tindakan :
1.    Lakukan pendekatan pada pasien.
2.    Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh.
3.    Berikan posisi tidur dengan kepala lebih tinggi dari badan saat makan.
4.    Berikan makan sedikit tapi sering.
5.    Pantau intake dan output nutrisi klien.
6.    Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian nutrisi
Rasional :
1.    Diharapkan pasien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.
2.    Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya nutrisi.
3.    Mencegah timbulnya regurgitasi.
4.    Untuk meningkatkan nafsu makan klien.
5.    Untuk mengetahui perkembangan nutrisi klien.
6.    Untuk menentukan diit yang tepat.

IV.    IMPLEMENTASI
Merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan, yang meliputi beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, dan memberikan asuhan keperawatan (Lismidar, 1990).

V.    EVALUASI
Adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari masalah kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tim kesehatan lainnya (Efendi, 1995).


DAFTAR PUSTAKA

-    M Amin , 1999. Ilmu penyakit Paru. Surabaya : Airlangga university press.
-    Carpenito, L. J., (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2. Jakarta ; EGC.
-    Carpenito, L. J. (2000). Buku Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC.
-    Dongoes. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC.
-    Mansjoer, Arif., et all, (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI : Media Aesculapius.
-    Makalah Kuliah, Tidak diterbitkan.

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )


CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

PENGERTIAN
       Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
        Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
         Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
            Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B.               ETIOLOGI

·           Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
·           Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
·           Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
·           Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
·           Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
·           Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
·           Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
·           Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

C.                PATOFISIOLOGI

            Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
            Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
-          Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
-          Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
-          Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
-          Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
-          Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
-          Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
-          Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
-          Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
                                                                                72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik  antara lain (Long, 1996 : 369):
a.       Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b.      Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -  angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.       Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b.      Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c.       Gangguan  gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d.      Gangguan  muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e.       Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f.       Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g.   Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h.   System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

D.                PEMERIKSAAN PENUNJANG

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
-          hematologi
      Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
-          RFT ( renal fungsi test )
      ureum dan kreatinin
-          LFT (liver fungsi test )
-          Elektrolit
      Klorida, kalium, kalsium
-          koagulasi studi
      PTT, PTTK
-          BGA
2. Urine
-          urine rutin
-          urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
-          ECG
-          ECO
4. Radidiagnostik
-          USG abdominal
-          CT scan abdominal
-          BNO/IVP, FPA
-          Renogram
-          RPG ( retio pielografi )

E.                 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a)      Konservatif
-          Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
-          Observasi balance cairan
-          Observasi adanya odema
-          Batasi cairan yang masuk
b)      Dialysis
-          peritoneal dialysis
      biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
      Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut  adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )  
-          Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
-          AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
-          Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c)      Operasi
-          Pengambilan batu
-          transplantasi ginjal

I.                   DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1.      Penurunan curah jantung
2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3.      Perubahan nutrisi
4.      Perubahan pola nafas
5.      Gangguan perfusi jaringan
6.      Intoleransi aktivitas
7.      kurang pengetahuan tentang tindakan medis
8.      resti terjadinya infeksi

INTERVENSI

1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a.       Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b.      Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.       Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d.      Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a.       Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b.      Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c.       Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d.      Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a.       Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b.      Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c.       Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d.      Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.       Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4.      Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b.      Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c.       Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d.      Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
-          Mempertahankan kulit utuh
-          Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a.       Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b.      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c.       Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d.      Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e.       Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f.       Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g.      Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h.      Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a.       Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b.      Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c.       Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d.      Pertahankan status nutrisi yang adekuat

7.      Kurang pengetahuan tentang  kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
a.       Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
b.      Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD  serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c.       Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d.      Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e.       Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E,  Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

Sejarah Perangkat keras / Hardware



sejarah+hardware+komputer
Komputer memang sudah menjadi kebutuhan bagi setiap orang. Hampir setiap orang sekarang ini memerlukan komputer untuk mempermudah pekerjaan nya. Sharing kali ini adalah tentang sejarah Perangkat keras / Hardware komputer dan perkembangannya,  kebalikan dari sejarah software yang saya sharing kemarin. Oke langsung saja tentang sejarah Perangkat keras / Hardware komputer.


Definisi Komputer
Istilah komputer mempunyai arti yang luas dan berbeda bagi setiap orang. Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa Latin computare yang berarti menghitung (to compute atau to reckon).

Charles Babbage adalah seorang ahli matematika bangsa inggris. Beliau menciptakan suatu mesin hitung yang disebut difference engine pada tahun 1822. Mesin tersebut dipakai untuk menghitung tabel-tabel matematika. pada tahun 1833, Charles Babbage mengembangkan lagi difference engine yang dinamakan analytical engine yang dapat melaksanakan kalkulasi apa saja. Sehingga mesin ini dikenal sebagai General Purpose Digital Computer. Beliaupun dianggap sebagai bapak komputer modern karena sumbangan terhadap dunia sangat besar.

Pada tahun 1937, Prof Howard Aikem, seorang ahli matematika dari universitas Harvard. Beliau merancang penbuatan sebuah komputer yang mampu melakukan operasi aritmatika dan logika secara otomatis. Pada tahun 1944, Prof Howard Aikem bekerjasama dengan perusahaan IBM menyelesaikan kompute secara elektronik yang diberi nama”Harvard MARK I, Automatic Sequence Controlle Calculator (ASCC). Dalam perkembangannya komputer dibagi dalam beberapa genarasi, sesuai dengan kemampuan (capability), biaya (efficiency), dan penggunaan yan mudah (user frendly).

Menurut Blissmer (1985), komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan beberapa tugas, yaitu menerima input, memproses input sesuai dengan instruksi yang diberikan, menyimpan perintah-perintah dan hasil pengolahannya, serta menyediakan output dalam bentuk informasi.

Sedangkan menurut Sanders (1985), komputer adalah sistem elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memprosesnya, dan menghasilkan output berdasarkan instruksi-instruksi yang telah tersimpan di dalam memori. Dan masih banyak lagi ahli yang mencoba mendefinisikan secara berbeda tentang komputer. Namun, pada intinya dapat disimpulkan bahwa komputer adalah suatu peralatan elektronik yang dapat menerima input, mengolah input, memberikan informasi, menggunakan suatu program yang tersimpan di memori komputer, dapat menyimpan program dan hasil pengolahan, serta bekerja secara otomatis.

Dari definisi tersebut terdapat tiga istilah penting, yaitu input (data), pengolahan data, dan informasi (output). Pengolahan data dengan menggunakan komputer dikenal dengan nama pengolahan data elektronik (PDE) atau elecronic data processing (EDP). Data adalah kumpulan kejadian yang diangkat dari suatu kenyataan (fakta), dapat berupa angka-angka, huruf, simbol-simbol khusus, atau gabungan dari ketiganya. Data masih belum dapat bercerita banyak sehingga perlu diolah lebih lanjut. Pengolahan data merupakan suatu proses manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berati, yaitu berupa suatu informasi. Dengan demikian, informasi adalah hasil dari suatu kegiatan pengolahan data yang memberikan bentuk yang lebih bermakna dari suatu fakta. Oleh karena itu, pengolahan data elektronik adalah proses manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih bermakna berupa suatu informasi dengan menggunakan suatu alat elektronik, yaitu komputer.

Sistem Komputer

Supaya komputer dapat digunakan untuk mengolah data, maka harus berbentuk suatu sistem yang disebut dengan sistem komputer. Secara umum, sistem terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu tujuan pokok dari sistem tersebut. Tujuan pokok dari sistem komputer adalah mengolah data untuk menghasilkan informasi sehingga perlu didukung oleh elemen-elemen yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan brainware. Perangkat keras adalah peralatan komputer itu sendiri, perangkat lunak adalah program yang berisi perintah-perintah untuk melakukan proses tertentu, dan brainware adalah manusia yang terlibat di dalam mengoperasikan serta mengatur sistem komputer. Ketiga elemen sistem komputer tersebut harus saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan. Perangkat keras tanpa perangkat lunak tidak akan berarti apa-apa, hanya berupa benda mati. Kedua perangkat keras dan lunak juga tidak dapat berfungsi jika tidak ada manusia yang mengoperasikannya.


komputer-generasi-pertama
Generasi 1 : pada tahun 1946-1956, generasi ini mengandalkan ruang tabung hampa(vacuum tube). Komputer ini membutuhkan ruangan yang luas, berkemampuan rendah dan terkenal dengan daya panasnya. Ukuran penyimpanannya hanya sekitar +/- 2000 byte dan untuk menjalankan program dan pencetakan masih dilakukan secara manual.



komputer-generasi-kedua
Generasi 2 : pada tahun 1957-1963. Transistor menggantikan kedudukan vacuum tube dalam menyimpan dan melakukan proses informasi. Transistor bentuknya lebih kecil, tidak begitu panas dan mengkomsusikan sedikit tenaga. Ukuran penyimpanan berkapasistas sebesar 32 kb dengan kecepatan 20.000-30.000 perintah per detik.


Apple-Computer-Generasi-Ketiga
Generasi 3 : pada tahun 1964-1975. Itergrated circuit (IC) sudah mulai digunakan pada komputer. Ukuran penyimpanan berkapasitas 2 megabyte dengan kecepatan +/- 5 juta perdetik. Generasi ini pula yang memperkenalkan tekhnologi software yang mudah digunakan.





komputer+generasi+keempat
Generasi 4 : pada tahun 1980-sekarang. Komputer telah menggunakan teknologi”Very Large-Scale Integrated Circuits (VLSIC). Dalam sebuah chip, teknologi ini mampu menampung jutaan circuit. Chip ini dinamakan dengan microprocessor. Ukuran penyimpanan mempunyai kapasitas yang besar dengan kecepatan jutaan perintah perdetik.